A. Pendahuluan
Sejarah mencatat, sekitar abad 18 di Eropa terjadi perubahan yang sangat mendasar. Dimana paradikma berfikir yang sebelumnya tunduk pada satu isntitusi yang dinamakan Gereja, kemudian berubah pada kebebasan akal yang seluas- luasnya.
Salah satu topik yang hangat diperbincangkan adalah masalah Tuhan dan eksistensi Agama. Semangat untuk melepaskan diri dari segala otoritas dan mengedepankan kemampuan akal ini, semakin menemukan gaungnya di permulaan abad ke- 19. Seiring dengan itu perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin pesat , pada gilirannya akan membawa pada suatu terciptanya semangat baru untuk otonomi dan mandiri, yang lepas dari ketergantungan pada Tuhan. Bibit inilah yang nantinya memunculkan atheisme. Sebagaimana yang dilukiskan Amstrong berikut ini.
……Indeed, by the end of the century , a significant number of people
were beginning to feel that if God was not yet dead, it was the duty of
rational, emancipated human beings to kill him. The idea of God which
had been fostered for centuries in the Christian West now appeared disastrously inadequate, and the Age of the Reason seemed to have triumphed over can centuries of superstition and bigotry ( Amstrong, 1993, 346)
Friederich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) adalah salah seorang filsuf yang memproklamirkan kematian Tuhan . Ungkapannya yang terkenal adalah :Requim aeternam deo! Yang artinya semoga Tuhan beristirahat dalam keadaan damai.
Topik ini menurut penulis masih sangat menarik untuk diperbincangkan ketika penganut sebuah intistusi agama yang menjalankan peraturan –peraturan yang mengikat dalam agama tersebut harus selalu merefleksikan inti kepercayaan yang dianutnya. Dengan berkaca pada sejarah perjalanan Nietzsche , kita akan menemukan beberapa pertanyaan 1) apakah maksud pernyaatan “Tuhan mati” dalam arti yang sesunguhnya atau itu suatu metafor? 2) Apakah sebab yang melatar belakangi munculnya uangkapan tersebut. 3) Apakah substansi beragama dalam pandangan Nietzsche. Hal-hal inilah yang akan penulis bahas pada topik berikutnya.
B. Pembahasan
* Riwayat Hidup dan latarbelakang pemikirannya.
Nietzsche lahir pada 15 Oktober 1844 di Rocken, daerah Saxon Prusia, Jerman. Ia berasal dari keluarga pendeta yang saleh. Ayahnya meninggal pada saat ia masih berumur lima tahun, yang kemudian didiasuh oleh ibunya. Ternyata pendidikan di keluarga yang didominasi perempuan seperti ibu, bibi dan neneknya , menimbulkan rasa tidak senang dalam diri Nietzsche. Tuntutan untuk berbuat Shaleh , sopan , lemah lembut tidak dapat berkembng pada diri Nietzsche.
Perjalanan hidup Nietzsche dapat dibagi pada tiga tahapan. Pada Tahap pertama, hidupnya dipenuhi rasa pesimisme dan menganggap kesenian sebagai alat untuk melarikan diri dari kenyataan hidup. Hal ini dijiwai oleh tragedy Yunani dan pesimisme Scopenhauer serta musik Richard Wagner. Pada tahap kedua ia dipengaruhi oleh pandangan positivistis. Disini ia mengedepankan analisa kritis terhadap pengungkapan roh, dan bukannya sikap yang berkobar-kobar. Pada tahap berikutnya Pada tahap berikutnya ia mulai menerima dunia ini dan banyak melakukan kritik terhadap segala sikap hidup (terhadap agama gereja) yang berbeda dengan pendiriannya.
· Tuhan dan Eksistensi Agama
Patterson (1971) mengungkapkan, semestinya Nietzsche yang berasal dari keluarga Kristen yang taat harus menghormati agama ini, dimana pada agama Kristenlah ia menemukan arti tentang Tuhan tersebut. Namun kenyataanya Justru Nietzsche yang melontarkan kritik-kritik tajam terhadap agama Kristen.
Bagi Nietzsche agama merupakan unsure negatif dalam perkembangan pribadi seseorang Agama hanya mementingkan jiwa manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Di luar persoalan tersebut dianggap tidak penting dan tidak sacral sehingga perlu di jauhi. Hal inilah yang menurut pandangan Nietzsche terjadi pada agama Kristen. Sehingga agama (Kristen) telah menumbuhkan dan menanamkan suatu budaya yang bertentangan dengan kodrat manusia. Agama menurutnya melawan alam dan membuat dunia menjadi tempat yang sengsara , tanpa nafsu , tanpa hidup. Oleh karena itu kehidupan manusia harus dibebeskan dari belenggu agama yang dilambangkan oleh kekuatan gereja , sehingga kemajuan akan dicapai manusia dalam mengarungi kehidupan sesuai dengan apa yang dicita-citakan. (Arifin, 1987,65)
Nitzsche berpendapat kepercayaan pada Tuhan hanya terikat pada perasaan dan kecendrungan saja . Untuk itu manusia harus berusaha untuk maju dengan memperjuangkan kekuatan dan kehendak untuk berkuasa, kebebasan intelektual dan kejujuran hidup di dunia ini. Manusia tidak perlu mempunyai kewajiban apapun, terhadap siapa pun selain dari dirinya sendiri. Manusia harus kuat dan mampu menjadi pengganti Tuhan dalam menciptakan semua nilai dan aturan hidup.
· Tuhan Mati
Berita kematian Tuhan digambarkan Nitzsche dalam bukunya “ The Gay Science”. Hal ini terungkap dalam aforisme Nietzsche “ The Madman”.
Have You not heard of that madman who on a bright forenoon lit a latern, ran to the marketplace and kept crying : “ I am looking for God!—Since there were many standing there together who did not believe in God, he aroused a great deal of laughter. Has he been lost then ? said one. Has he run away like a child ? said another. Or is he hiding ? Is he afraid of us? Has he taken ship ? Emigrated? –Thus they jibed and laulaughed among themselves. The madman spring among them and pierced them with his glance. “Wherw has God gone? He cried, “I will tell you! “Where has God gone ? “ he cried, “ I will tell you! We have killed him --- you and I We are all his murderers!….( Biser, 1964 : 136)
Kematian Tuhan menurut Nietzsche bukan masalah filosofis semata-mata, sebab kebudayan Eropa pada waktu itu telah menujukkan bahwa manusia mulai meninggalkan perhatiannya pada iman dan kepercayaan agama. ( Arifin, 1987. 66)
Statemen “Tuhan mati” dari Nitzsche bukan berarti penolakan terhadap Tuhan An Sich. Namun merujuk pada Tuhan yang dulu pernah hidup dalam kepercayan yang kemudian ditinggalkan orang. Dengan demikian Nietzsche lebih tepat disebut anti Tuhan bukan atheisme. Ia sesungguhnya mengingkari Tuhan secara eksplisit dan pengingkarannya itu merupakan sanggahan melawan kepercayaan adanya Tuhan. Kepercayaan tidak adanya Tuhan bukan merupkan titik tolak pemikiranya tetapi merupakan suatu kesimpulan.
Dengan kematian Tuhan dalam “The Madman”nya , Nietzsche seolah –olah menegaskan bahwa hanya dengan hal itulah sejarah manusia akan dapat mencapai fase yang lebih baru dan tinggi ( Amstrong, 1993, 356).Yang selanjutnya akan lahir “ Superma” yang akan menggantikan Tuhan. Yakni manusia yang menyadari dan mempergunkan sepenuhnya kemampuan dirinya, manusia yang dipenuhi kehendak untuk berkuasa. Pernyataan ini adalah suatu pilihan yang mesti dilakukan untu mengungkapkan kekecewaan dan kekessalan pada institusi gereja. Dengan ekstrim ia menegaskan Tuhan yang hidup atau manusia yang hidup. Jika Tuhan hidup berarti manusia yang mati, namun sebaliknnya Jika manusia yang hidup maka Tuhan yang mati. Bila manusia hidup bersama dengan Tuhan maka lenyaplah jaminan bahwa dunia bisa dimengerti, lenyap pula jaminan bagi identitas manusia. Karenanya keduanya tidak mungkin berada bersama.
Daftar Pustaka
Chairil Anwar, 1987, Kehendak Untuk Berkuasa Friedrich Nietzcshe, Erlangga, Jakarta
Charles H Patterson, 1971, Western Philosophy, Vol II, Cliff,s Notes Inc., Lincoln, Nebraska.
Eugen Biser, 1964, “ Proklamation of God’s Death” dalam Philosohpy Today , Vol VIII Number 2/4
Harun Hadiwiyono, 1989, Sari Sejarah Filsafat barat II, kanisius, Yogyakarta.
Karen Amrstrong, 1993, A History of God, Alfred A Knopf Inc., New York
Nurcholish madjid, 1992, Islam ,Doktrin dan Peradaban ,Paramadina , Jakarta
Suparti Ningsih, 1999, Konsep Kematian Tuhan dalam Pemikiran Nietzsche, PPS, UGM Yogyakarta
bagus
BalasHapus