World News

Komisi Gratis | Bisnis Online Tanpa Modal

Minggu, 12 Februari 2012

Kelambanan Dalam Belajar Penyebab dan Cara Penanganannya


BAB I
PENDAHULUAN
            Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, atas terselesaikannya makalah psikologi inii. Shalawat beserta salam juga kita sampaikan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan ini.
      Dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar tentu sangat banyak permasalahan psikologi anak yang kita alami oleh karena itu kami akan membahas makalah kami dengan judul Motif – motif , mudah mudahan dengan adanya makalah ini semoga dapat menambah wawasan kita dalam mendidik peserta didik kita nantinya dan mengetahui psikologis anak. Amin Ya rabbal alamin.














BAB II

PERMASALAHAN PENDIDIKAN


  1. Permasalahan Pendidikan dan Penanggulangannya.
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem.Pendidikan juga tidak punya arti apa – apa jika tidak sinkron (serentak) dengan pembangunan nasional, hal ini sangat berkaitan erat antara pendidikan sebagai sistem dengan sistem Sosial budaya sebagai suprasistem., dimana sistem pendidikan menjadi bagian yang menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks, artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitannya dengan masalah – masalah diluar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya : masalah mutu atau hasil pendidikan / belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks dan melibatkan banyak pihak dan pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan ditanah air kita dewasa ini:
a.             Bagaimana supaya semua warga negara dapat menikmati pendidikan.
b.            Bagaimana supaya pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap.
  1. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
    1. Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan sebagaimana yang tertera dalam UU No.04 Tahun 1950 pasal 17  yang berbunyi : “Tiap – tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat – syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi”.

Dan cara ini dapat dilakukan dengan :
a.       Konvensional
·         Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres
·         Menggunakan gedung sekolah untuk double shife (Sistem bergantian pagi dan sore ).
b.      Inovatif
·         Sistem pamong (Pendidikan oleh masyarakat, orang tua dan guru).
·         SD kecil pada daerah terpencil
·         Sistem guru kunjung
·         SMA Terbuka (ISOSA = In School Out of school Approach ).
·          Kejar paket A dan B serta belajar jarak jauh.
2.      Masalah Mutu Pendidikan
            Mutu dari suatu pendidikan itu sangat dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai target yang diharapkan dan untuk memecahkan masalah ini meliputi hal – hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak serta manajemen sebagai berikut :
5 Seleksi yang lebih rasional
5   Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui study lanjut.
5  Penyempurnaan Kurikulum
5 Pengembangan Prasarana
5 Peningkatan Administrasi manajemen
3.      Masalah Efesisensi Pendidikan
                  Yaitu mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
                        Beberapa permasalahan efisiensi pendidikan yang penting :
§    Bagaimana tenaga pendidikan di fungsikan
§    Bagaimana sarana dan prasarana pendidikan di gunakan
§    Bagaimana pendidikan di fungsikan

4.      Masalah Relevansi Pendidikan
                  Sebenarnya relevansi cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya., maksudnya jika hasil pendidikan itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat pembangunan.
                  Dari ke empat permasalahan pendidikan di atas tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a.       Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar artinya : Semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam satuan pendidikan.
b.      Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya : Perencanaan, pemrosesan pendidikan  dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.
c.       Dapat terlaksana secara efisien artinya : Proses pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
d.      Produk bermutu yaitu relevan.
C.     Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan
1.      Perkembangan IPTEK & SENI
a.       IPTEK : Ilmu pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisir mengenai alam semesta dan teknologi adalah penerapan yang direncanakan dari ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
b.      SENI : Kesenian merupakan aktivitas manusia secaraindividual ataupun kelompok dan seni juga menjadi kebutuhan hidup manusia melalui seni ia dapat berkreasi yang bersifat osinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam menemukan keindahan.
      Dengan melihat alasan – alasan di atas maka sudah seyogyanya jika dunia seni dikembangkan melalui sistem pendidikan secara terstruktur dan terprogram dengan cara inilah akan menuntun tersedianya sarana pendidikan tersendiri disamping program – program yang menjadi fungsi penting.
2.      Laju Pertumbuhan Pendidikan.
3.      Aspirasi Masyarakat
4.      Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan. Keterbelakangan budaya ini terjadi karena :
·         Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat.
·         Penolakan masyarakat terhadap datangnya suatu budaya baru.
·         Ketidak mampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur kebutuhan tersebut.
D.    Permasalahan Aktual Pendidikan
1.      Masalah Keutuhan Pencampuran Sasaran
                           Dalam UUD No 02 Tahun 1989  sistem pendidikan nasional  bab II pasal 04 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang kemudian di pertegas lagi secara rinci dalam GBHN butir 2 A dan B tentang arah tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud manusia atuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan vertikal (Dengan Tuhan Y.M.E) horizontal (lingkungan dan Masyarakat) dan konsentris (diri sendiri ) yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi.
                           Masalahnya apakah sistem pendidikan kita sudah memberi peluang demi terjadinya pengalaman – pengalaman tersebut dan di sinilah kelihatan nya banyak hambatan yang harus dihadapi antara lain :
·         Beban Kurikulum sudah terlalu sarat
·         Program afektif sulit diprogramkan  secara ekspilist
·         Pencapaian hasil pendidikan efektif tidak mudah
·         Menilai hasil pendidikan tidak mudah
Dari  apa yang telah dituliskan diatas jelaslah dimana letak permasalahannya, jika sasaran pendidikan yang utuh ingin di capai.
2.      Masalah Kurikulum
                  Meliputi masalah konsep  dan masalah pelaksanaannya, yang menjadi sumber masalah nya bagaimana sistem pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun kelapangan kerja dan memberikan bekal dasar yang kuat. Dan saat ini sistem pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan kurikulum 1984 (SK. No. 0209 / 0 / 1984 ) yang di desai sebagai penyempurnaan kurikulum 1975 / 1976, jika kurikulum ini  berorientasi  kepada produk pendidikan dan kurang membebani proses pembelajaran maka kurikulum 1984 lebih peduli terhadap kualitas proses pembelajaran.
3.      Masalah Peranan Guru
                     Guru merupakan saru satunya sumber belajar, ia menjadi pusat tempat bertanya yang tugasnya memberikan ilmu pengetahuan kepada muridnya.
                     Masalah yang timbul adalah bagaimana caranya seorang guru dapat melakukan multi peran yang mana ia diharapkan mampu mengelola proses pembelajaran  ( Sebagai Manager ) dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (Koordinator); serta menyediakan dan memberi kemudahan   belajar (fasilitas) juga memberikan dorongan (Stimulator) dan dengan ini sudahkah ia memiliki wawasan dan kemampuan yang cukup untuk melaksanakan multi perannya. Tapi kenyataannya bahwa kebanyakan guru belum siap untuk berbuat demikian.
4.      Masalah Pendidikan Dasar 09 Tahun
                     Dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 Tahun lebih – lebih pada tahap awal sudah pasti banyak hambatannya. Hambatan tersebut antara lain :
a.       Realisasi pendidikan dasar yang di atur dengan PP No. 28 Tahun 1989 masih harus dicarikan titik temunya dengan PP.No. 65 Tahun 1951 yang mengatur sekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar.
b.      Kurikulum yang belum siap
c.       Pada masa transisi para pelaksana pendidikan di lapangan perlu disiapkan melalui bimbingan (Penataran )
E.     Upaya Penanggulangannya
a.       Pendidikan Efektif perlu ditingkatkan secara terprogram
b.      Pelaksanaan dari kegiatan ekstrakurikuler dikerjakan dengan kesungguhan supaya hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir.
c.       Tenaga kependidikan perlu diberi perhatian khusus
d.      Perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan faktor penunjang  utamanya dan faktor penghambatnya.






DAFTAR PUSTAKA
1.            Umar Tirtaharja, Dr, Prof dan I’a Suki, Drs, Pengantar Pendidikan :Rineka Cipta Jakarta ,2000
2.            Abu Ahmadi Drs dan Nur Uhbiyati, Dra, Ilmu Pendidikan,Rineka Cipta Jakarta, 2001




















BAB I

PENDAHULUAN
                        Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, atas terselesaikannya makalah ulumul hadits ini. Shalawat beserta salam juga kita sampaikan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan ini.
                        Para sahabat Rasulullah terdahulu sungguh sangat sulit dalam mengumpulkan Al Quran  sehingga banyak terjadi perselisihan  dalam menysusunnya namun berkat jihad dan kekuatan yang diberikan oleh Allah maka    selesai   jugalah Al Quran  dikumpulkan menjadi kitab. Namun untuk mengetahui proses terbentuknya disini kami hanya memaparkan tentang Mazhab Ustmani dan cara pengumpulannya serta tujuan dibentuknya mushaf tersebut.
            Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu kita dalam menambah wawasan kita tentang Mushaf Ustmani khususnya dan mushah – mushaf Al quran yang lainnya. Sebelum terbentuknya Mushaf Ustmani. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.









BAB II
KONDISI AL QURAN
A.                                                                                                Kondisi Al quran Semasa Rasulullah
                        Sebagaimana kita ketahui Rasulullah mempunyai beberapa orang pencatat wahyu. Diantaranya, empat orang sahabat  yang kemudian menjadi para khalifah rasyidun (Abu Bakar, ‘Umar, ‘Ustman dan Ali radhiyallahu ‘anhum). Mu’awiyah, Zaid bin Tsabit, Khalid bin Al Walid, Ubai bin Ka’ab dan Tsabit Qeis. Beliau menyuruh mereka mencatat setiap wahyu yang turun, sehingga Al quran yang terhimpun di dalam dada menjadi kenyataan tertulis.[1]
                        Al Hakim didalam al-mustadrak mengutip sebuah Hadist dengan isnad menurut Bukhari dan Muslim  serta berasal dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan :” Di kediaman Rasulullah kami dahulu menyusun ayat – ayat Alquran yang tercatat pada riqa’. Yang dimaksud menyusun ayat – ayat al-quran dari riqa’ didalam Hadist Zaid adalah menyusun surah – surah dan ayat ayat menurut petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah.”
                        Sebagaimana dalam penyusunan surah tersebut  dan urutan surah berdasarkan kehendak Rasulullah. Sebagaimana diketahui, Rasulullah hafal semua ayat dan surah Al quran. Kita tidak mempunyai bukti yang menyatakan sebaliknya. Tidaklah masuk akal pendapat yang mengatakan, urutan Surah Alquran disusun oleh beberapa sahabat Nabi atas dasar ijtihad merekla sendiri. Dan lebih tidak masuk akal lagi kalau ada pendapat yang mengatakan bahwa beberapa surah disusun urutannya berdasarkan Ijtihad para sahabat dan beberapa surah lainnya  disusun urutannya  menurut kehendak dan petunjuk Rasulullah SAW.
                        Dengan demikian jelaslah bahwa pendapat Zarkasy yang mengatakan “Urutan surah bukan merupakan hal yang diwajibkan oleh Allah, tapi sesuatu yang berasal dari ijtihad dan kemauan para sahabat sendiri.” Jadi pendapat yang dibenarkan dan diterima segenap kaum muslimin ialah yang mengatakan bahwa penyusunan surah yang kita saksikan sekarang ini di pelbagai mushaf adalah berdasarkan kehendak dan petunjuk Rasulullah begitu juga halnya dengan urutan ayat ayatnya.
B.     Kondisi Alquran Zaman Abu Bakar ash-Shiddiq ra:
                  Telah terang kita ketahui bahwa Alquran itu diturunkan sedikit demi sedikit. Setiap – tiap turunnya Alquran Nabi Muhammad SAW menyuruh penulis wahyu menulis nya. Kebanyakan sahabat menghafalnya. Akan tetapi walaupun ditulis oleh para penulis wahyu namun dia tidak terkumpul dalam suatu mushaf.
                  Para sahabat di masa Nabi s.a.w masih hidup menulis pada kepingan – kepingan tulang pelepah pelapah korma, batu – batu dan disalinnya kembali. Dan mashafnya itu diserahkan kepada Abubakar. Oleh Abu Bakar mashaf ini disimpannya, dan setelah ia meninggal maka mashaf ini dipindahkan ketangan Khalifah Umar. Dan disinilah disimpan mushaf itu sampai Umar meninggal, kemudian mushaf yang masih berada di rumah Hafsah, anak Umar, oleh Khalifah Ustman yang menggantikannya dimintanya.
                  Abu Bakar ash-Shiddiq memerintahkan kodifikasi Alquran seusai perang Yamamah, tahun ke-12 H, perang antara muslimin dan kaum murtad (Pengikut Musailamtul Kadzab) dimana 70 penghafal Quran dikalangan sahabat Nabi gugur. Melihat kenyataan itu Umar bin Khattab ra. Merasa sangat khawatir, lalu mengusulkan supaya diambil langkah untuk usaha kodifikasi Al quran. Perintah kodifikasi al-quran oleh Abu Bakar ra. Selesai dilaksanakan dalam waktu  satu tahun. Zaid bin Tsabit menerima perintah beberapa saat setelah berakhirnya perang Yamamah dan rampung beberapa waktu menjelang wafatnya Abu Bakar ra.
                  Penamaan al-quran dengan mushaf timbul pada masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ra.Ibnu Asytah[2] di dalam al-Mashahif mengetengahkan sebuah hadits berasal dari Musa bin ‘Uqbah dan Musa menerimanya dari Ibnu Ibnu Syihab yang mengatakan sebagai berikut :”Setelah Alquran dikodofikasi dan ditulis pada kertas, Abu Bakar berkata kepada sahabat ”Carikanlah nama baginy’ ketika itu ada yang mengusul kan nama as-sifr, tetapi Abu Bakar menjawab : itu nama yang biasa dipakai orang – orang Yahudi. Dan adalagi yang mengusulkan nama al-Mushaf karena orang – orang Habasyah menamai hal yang serupa dengan mushaf. Akhirnya semua sepakat menamai Al-quran dengan  mushaf.
                  Mushaf Abu Bakar, seluruh isinya dan kebenaran kewutawatirannya didukung bulat oleh seluruh umat Islam. Banyak ulama berpendapat bahwa cara penulisannya menggunakan tujuh buah huruf sebagaimana yang berlaku pada masa turunnya Alquran. Dilihat dari segi itu, maka mushaf Abu Bakar serupa dengan ayat – ayat pertama yang dihimpun pada masa Rasulullah masih hidup.



C.     Kondisi Al Quran Zaman ‘Ustman bin ‘Affan ra:
                  Setelah Abu Bakar wafat, shuhuf – shuhuf itu dipegang oleh ‘Umar. Menurut suatu riwayat, ‘Umar menyuruh salin Alquran dari shuhuf – shuhuf  itu pada suatu shahifah[3].
                        Sesudah ‘Umar wafat shuhuf atau shahifah itu disimpan oleh anak beliau Hafshah.
                        Nyata dari berbagai- bagai riwayat, bahwa Zaid bin Tsabit menyempurnakan pentadwinan shuhuf dimasa Abu Bakar sendiri. Dan nyata pula dari berbagai riwayat, bahwa yang menyimpan shuhuf itu ialah Khalifah. Mula – mulanya Abu Bakar, sesudah itu ‘Umar dan sesudahnya, Hafshah. Adapun sebabnya disimpan oleh Hafshah. Tidak oleh ‘Ustman, sebagai Khalifah adalah karena :
a.       Hafshah itu isteri Rasul dan anak Khalifah
b.      Hafshah itu seorang yang pandai menulis dan pandai membaca.
Adapun sebabnya Abu Bakar dan ‘Umar tidak menyuruh menyalin banyak, adalah karena shuhuf – shuhuf yang telah di surat itu dimaksudkan menjadi original saja, bukan untuk dipergunakan oleh orang – orang yang hendak menghafaknya. Para sahabat yang telah belajar Al quran pada masa Nabi masih hidup dan para pelajar Al Quran yang mengajar secara hafalanpun masih banyak.




BAB III
MUSHAF USTMANI
A.    Pengertian
                 


B.     Kapan Munculnya Mushaf Ustmani
            Sebagaimana peristiwa Yamamah itu menggerakkan Umar kepada kebaikan, maka peristiwa lain setelah terbunuhnya Umar menggerakkan Ustman kepada kebaikan. Setelah peperangan di Armenia dan Azerbijan, Hudzaifah bin Yaman mengemukakan kekhawatiran kepada Ustman karena perselisihan kaum muslimin dalam bacaan Al quran. Dia berkata kepada Ustman, agar Ustman lekas menghilangkan perselisihan yang terjadi antara mereka.
            Dan juga semakin meluasnya penaklukan – penaklukan Islam. Ahli-ahli qira’at terpencar pencar di daerah  daerah kerajaan Islam. Ahli ahli ilmu tiap – tiap daerah kerajaan mengambil qira’at ini  dari utusan – utusan yang dikirim ke daerah – daerah mereka itu. Jadi kapan munculnya Mushaf Ustmani ini adalah setelah terjadinya pertempuran sengit di Armenia dan Azerbeijan dari penduduk Irak.
C.    Kenapa Muncul Pemikiran Mushaf Ustmani
            Adapun kenapa muncul pemikiran Mushaf Ustmani adalah karena riwayat Hadist Shahih memberikatakan tentang adanya lima masalah penting!
            Pertama : Perbedaan cara membaca al-Quran itulah yang sesungguhnya menjadi pendorong utama bagi ‘Ustman untuk memerintahkan penyalinan Mushaf Hafshah  menjadi beberapa naskah. Karena itu tidak ada alasan bagi Blachere dan kaum orientalis lainnya untuk meragukan niat ‘Ustman dalam memerintahkan penyalinan mushaf  mereka Cuma mengkhayalkan dan menduga duga saja! Kalau bukan begitu kenapa mereka tidak menunjukkan riwayat atau fakta sejarah yang benar untuk memperkuat anggapan mereka itu ?
            Kedua : Komisi yang bertugas menyalin mushaf terdiri dari empat orang[4]. Jika kita sisihkan Ziad bin Tsabit karena ia sebagai orang dari kaum Anshar di Madinah, dapatlah kita ketahui bahwa ketiga orang yang lainnya berasal dari Qureisy, Mekkah.
            Ketiga : Komisi empat orang itu menggunakan mushaf Hafshah  sebagai dasar salinan, yang pada hakikatnya komisi tersebut bersandar pada mushaf asli hasil kodifikasi atas perintah Khalifah Abu Bakar ash-Shiddieq.
            Keempat : Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab dialek Qureisy, dialek yang diutamakan bagi penulisan nash al-Quran bila timbul perbedaan antara tiga orang Qureisy (Dalam komisi tersebut) dan Zaid bin Tsabit. Dalam uraian selanjutnya kita akan mengetahui bahwa hal itu tidak menyalahi penulisan mushaf dengan cara menyatukan tujuh huruf yang mewarnai turunnya al-Quran . Sebab pada masa itu tulisannya  tanpa titik – titik  dan tanpa syakl.
            Kelima : Khalifah Ustman mengirimkan salinan mushaf hasil kerja komisi empat orang ke daerah daerah. Selain itu, untuk meniadakan perbedaan dan pertengkaran mengenai cara membaca al-Quran, ia perintahkan kaum muslimin agar membakar naskah-naskah mushaf yang lain dan semua catatan al-Quran yang dilakukan oleh masing – masing orang dengan caranya sendiri – sendiri untuk keperluan pribadi.
D.    Bagaimana Realisasi Ustman Terwujudnya Mushaf Ustmani
            Alangkah mulianya perbuatan Ustman ini dan cukuplah kemuliaan baginya apa yang diriwayatkan Abu Bakar As Sijistani dengan sanad yang muttasil dari Abdur Rahman bin Mahdi berkata : Dua perbuatan Ustman Bin Affan yang tidak ada pada Abu Bakar dan Umar yaitu kesabaran dirinya sampai dibunh secara zhalim dan bersatunya orang – orang pada mushafnya.
            Ustman mengirimkan salinan Mushaf ini kek kota kota besar sebagaimana yang telah diuraikan dan kemudian beliau menyuruh membakat yang lainnya. Ibnu Fadhlullah Al Umari meriwayatkan dalam kitabnya Masalikuk Abshar[5] menyifati Masjid Damskus : Disamping kirinya Mushaf Ustmani ada tulisannya Amirul Mu’minin Ustman Bin Affan ra. Yakni bahwa mushaf ini ada di Damaskus pada masa hidupnya Uma yaitu sampai pertengahan dari abad kedelapan hijriah.
            Kebijaksanaan Khalifah ‘Ustman  ternyata mendapat sambutan baik dari segenap kaum muslimin[6] kecuali Abdullah bin Mas’ud yang sebagaimana kita ketahui, ia mempunyai mushaf pribadi. Pada mulanya ia menentang Kebijaksanaan Khlaifah ‘Ustman dan tidak mau membakar mushaf pribadinya.[7] Akan tetapi Allah SWT berkenan membimbingnya hingga berubah sikap dan akhirnya dengan ikhlas mendukung kebijaksanaan Khlaifah ‘Ustman yang pada hakekatnya sejalan dengan pendapat umat Islam.
Dalam memerintah para pengikut Ustman selalu melaksanakan apa yang diperintahkannya dengan patuh dan ta’at yaitu meninggalkan bacaan dengan enam huruf lainnya. Hal ini tidak mengalami kesulitan. Bacaan dengan huruf yang tujuh itu tidak diwajibkan. Kalau sekiranya Rasulullah mewajibkan kepada umatnya membaca Al Quran dengan ketujuh huruf itu maka sudah barang tentu orang akan menukil tiap – tiap huruf itu dengan nukilan yang mutawatir yang dapat dikemukakan sebagai hujjah. Namun tidak ada orang yang memperbuatnya. Hal ini menunjukkan bahwa membaca Al Quran dengan huruf yang tujuh itu merupakan hal – hal yang meringankan, yang wajib ialah nukilannya itu berturut – turut dengan sebagian huruf yang tujuh itu.
Sampai saat sekarang tidak seorang juga yang mendapatkan jalan untuk membaca Al Quran itu selain dari yang digariskan oleh ‘Ustman ini. Tidak ada yang membantah. Berturut – turut kaum muslimin belakangan belakangan yang menyokong bacaab ini, dan tidak ada bacaan bagi kaum muslimin selain dari satu huruf  yang telah dipilihkan oleh khalifah ‘Ustman dan disokong oleh ahli – ahli ilmu yang kenamaan.

E.     Kaedah – Kaedah Mushaf Ustmani






F.   Pendapat Ulama Tentang Penggunaan Mushaf Ustmani
Ladynah yang dibentuk oleh ‘Ustman itu menyelesaikan usahanya pada tahun 25 Hijrah, atau pada tahun 30 Hijrah setelah delapan tahun tampuk pemerintah dipegang oleh ‘Ustman ibn Affan. Menurut dugaan, besar sekali kemungkinan, bahwa pekerjaan tersebut diselesaikan antara tahun 25 dan 30 itu, mulai saat itu tertujulah seluruh minta ummat kepada mushaf ‘Ustman.
Diriwayatkan oleh Ibnul Atsir dalam kitab Al Kamil, tentang sebab – sebab perselisihan qiraat Al Quran. Penduduk Himash memandang bahwa qiraat mereka lebih baik dari qiraat orang lain. Mereka mengambil Al Quran dari Al – Miqdad. Penduduk Damascus demikian juga. Penduduk Kuffah juga demikian, mereka mengambil qiraat dari Abdullah ibn Mas’ud. Penduduk Bashrah memegang teguh qiraat yang mereka terima dari Abu Musa AlAst’ary  mushafnya dinamai Lubaabul Qulub. Perselisihan – perselisihan itulah yang disampaikan kepada ‘Ustman yang menyebabkan beliau menyuruh menyalin mushaf Al Imam dan mengirim kekota – kota tersebut. Maka penduduk – penduduk kota tersebut menyambut baik usaha ‘Ustman tersebut.
Mengenai riwayat – riwayat yang dinukilkan dari Ibnu Mas’ud ini, para ‘ulama memberi ulasan sebagai berikut. Ada yang tidak membenarkan bahwa ibn Mas;ud ada berkata demikian dan ada yang membenarkannya, lalu menyalahkannya. An Nawawy dalam syarah Al Muhadzdzab berkata “ Segala ummat islam telah sepakat menetapkan bahwa Mu’awwidzatain dan Al Fatiha, sebahagian dari Alquran . Orang yang mengingkarinya kufur. Nukilan yang dinukilkan dari Ibn Mas;ud, tidak shahih.
Kata Ibnu Hazm : “Nukilan itu suatu dosa besar terhadap Ibnu Mas;ud
Kata Al Qadli Abu Bakar : “ Tidak ada riwayat yang shahih menerangkan bahwa ibnu mas’ud menolak  Al Mu’awwidzatain dan Al Fatihah dari Al Quran, hanya beliau tidak menulisnya kedalam mushaf, karena menurutpendapatnya yang ditulis dalam mushaf hanya yang nabi ada menyuruh dituliskannya.
Inilah kritik – kritik mengenai Mushaf Ustmani dalam jurusan dan isinya yang dipandang lebih dari mestinya. Adapun kritik terhadapnya mengenai kekurangan, maka kaum syiah menganggap bahwa dalam mushaf Ustmani ada kekurangan dua surat . Pertama mereka namai Al Khal’u dan kedua mereka namai surat Al Hafdu.
Alangkah banyak rintangan yang menghalangi orang kearah perbaikan cara penulisan Al Quran ! sampai akhir abad ke-3 Hijriah para ulama masih berbeda pendapat mengenai penggunaan tanda tanda titik, sikap menolak untuk menggunakan tanda – tanda bacaan sudah ada jauh sebelum itu, sejak soerang sahabat Nabi terkemuka Abdullah ibn Mas’ud mengemukakan pendapatnya : “Murnikanlah Al Quran, jangan dicampuri apa pun juga”
            Pada zaman berikutnya, banyak muslimin menyukai sesuatu yang dahulunya ditolak dan ditentang, yaitu penggunaantanda baca titik dan syakl pada penulisan mushaf. Mereka yang dahulu mengkhawatirkan terjadinya salah baca pada orang – orang awam yang tidak mengerti, jika penulisan mushaf tanpa dibubuhi tanda – tanda baca.
            Hal – hal yang baru yang mulanya tidak disukai para ulama, tetapi kemudian dianggap baik adalah bid’ah penulisan tanda – tanda pada tiap kepala surah, peletakan tanda yang memisahkan ayat, pembagian Al Quran menjadi juz – juz, dari juz – juz dibagi lagi menjadi ahzab (kelompok ayat) dan dari ahzab dibagi lagi menjadi arba’ (perempatan)semua itu ditandai dengan syarat – syarat khusus.






DAFTAR PUSTAKA

1.      Subhi As-Sholeh,Dr, Membahas Ilmu Al – Quran, Tim Pustaka Firdaus, Jakarta 1995
2.      Mawa’ul Qathan,Pembahasab Ilmu Al – Quran, Penerbit Rineka Cipta Jakarta.
3.      Al Bisyri, Ibrahim, Sejarah Al Quran, Dina Utama Semarang, Semarang 1993.
4.      Ash – Shiddieqy, T.M Hashbi, Sejarah Pengaturan Ilmu Al Quran dan Tafsir, Penerbit Bulan Bintang Jakarta.



     

                       


[1] Blachere mengumpulkan nama – nama para pencatat wahyu  sebanyak  40  orang.
[2] Dialah Muhammad bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Asytah. Nam lengkapnya : Abu Bakar, ahli ilmu nahwu (Tata Bahasa Arab) dan ahli peneliti yang terpercaya. Ia banyak menekuni ilmu al-quran. Bukunya yang berjudul al Mihbar menunjukkan keluasan ilmu pengetahuannya. Wafat tahun 360 H.(lihat : Ghayatun –Nihayah Fi’thabaqatil-Wurra Jilid II, HAL.184)
[3] Riwayat ini dibantah oleh sebahagian ahli ilmu
[4] Ibnu Abi Daud bahkan menamakan komisi tersebut dengan nama – nama lain seperti komisi dua orang atau tsuna’iyyah, terdiri dari Zaid bin Tsabit  Sa’id bin Al’Ash. Disebut juga dengan nama “Komisiduabelas atau tsnita’asyariyyah.
[5] Al Masalih Jilid I hal 195 cetakan Daarul Kutub Al Misriyyah.
[6] Al mashaf halaman 12, karangan Ibnu Abi Dawud
[7] Mereka mengatakan bahwa kalimat semakna itu diucapkan oleh Ibnu Mas’ud ra

0 komentar:

Posting Komentar